Rabu, 03 November 2010

pas putra kampus STIK BETH 2010


juara 3 lah akhirnya ..
tapi tetap bersyukur ..

ini aku sama teman-teman kampus ..
foto ini di abadikan saat dipertengahan acara makrab kampus STIKES BETHESDA YAKKUM
aku yang paling tampan diantara para gadis tersebut .. :)

Selasa, 02 November 2010

MANTOUX TEST

MANTOUX TEST
A.      DEFINISI
Uji tuberkulin (tuberculin skin test/TST) merupakan alat diagnostik yang sampai saat ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi untuk mendiagnosis adanya infeksi tuberkulosis. Pertama kali Robert Koch membuat filtrat dari kultur Mycobacterium tuberculosis dengan tujuan sebagai terapi. Pada penerapannya, tenyata pemberian tuberkulin yang bertujuan menyembuhkan menimbulkan reaksi sistemik seperti demam, nyeri otot, mual dan muntah sedangkan mereka yang tidak sakit tidak menunjukkan reaksi tersebut. Akhirnya pada perkembangannya tuberkulin digunakan sebagai alat diagnostik dengan mengaplikasikannya secara lokal untuk mencegah reaksi sistemik.
Metode pemberian tuberkulin pada kulit secara lokal yang pernah banyak dikerjakan:
a.       Menggores / cutaneous scratch (Von Pirquet)
b.      Menempel / percutaneous patch (Moro)
c.       Aplikasi konjungtiva (Calmette)
d.      Multiple puncture (Tine yang menggunakan 4 jarum dan Heaf yang menggunakan 6 jarum)
e.      Intrakutan (Mantoux)
Uji tuberkulin cara Mantoux pada akhirnya lebih banyak digunakan secara luas oleh karena lebih reprodusibel.
Test mantoux adalah  suatu cara yang digunakan untuk mendiagnosis TBC. Tes mantoux itu dilakukan dengan menyuntikan suatu protein yang berasal dari kuman TBC sebanyak 0,1ml dengan jarum kecil di bawah lapisan atas kulit lengan bawah kiri.

B.         TUJUAN
Tujuan dari tes mantoux ini adalah sebagai salah satu cara untuk mendiagnosis infeksi TBC. Kenapa salah satu? Karena ternyata tidak mudah untuk mendiagnosis TBC sehingga perlu banyak faktor untuk mengetahui pasti bahwa seseorang memang terinfeksi TBC dan harus menjalani pengobatan. Hasil tes Mantoux saja tidak bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis karena kadang hasil tes ini memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu. Hasil pemeriksaan tes mantoux ini harus didukung dengan keluhan, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan laboratorium yang ada.
C.         JENIS  - JENIS DAN KEKUATAN  TUBER KULIN
Tuberkulin pertama yang dibuat oleh Koch disebut dengan Old Tuberculin (OT). Kemudian tahun 1930-an Florence Seibert membuat presipitasi dari OT dengan asam trikloroasetat dan amonium sulfat serta menamakannya purified protein derivative (PPD) . PPD terdiri dari beberapa komponen antigenik dengan lebih sedikit karbohidrat dibandingkan OT sehingga memperkecil reaksi hipersensitivitas yang non-spesifik. PPD inilah yang sekarang banyak digunakan. Berdasarkan potensinya, kekuatan tuberkulin terbagai menjadi 3 yaitu : first strength, intermediate strength dan second strength.
STRENGTH
PPDS ( SEIBERT)
PPD RT23
First
1 TU
1TU
Intermediate(standart Dose)
5 – 10 TU
2 – 5 TU
Second
250 TU
100 TU









Kekuatan yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas paling baik sehingga banyak dipakai adalah intermediate strength. Penggunaan first dan second strength dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu.
Penemuan lain yang menyempurnakan penggunaan tuberkulin sebagai alat diagnostik adalah Tween, bahan detergen yang berguna untuk mencegah adsorbsi tuberkulin terhadap kaca atau syringe plastik.



D.         LOKASI DAN CARA PENYUNTIKAN TEST MANTOUX
Lokasi penyuntikan tes mantoux umumnya adalah pertengahan bagian atas, lengan bawah kiri bagian depan. Penyuntikan dilakukan intrakutan (ke dalam kulit).

E.          PRINSIP DASAR
Setelah seseorang terinfeksi kuman mycobacteria, sel limfosit T akan berproliferasi dan menjadi tersensitisasi. Sel T yang tersensitisasi masuk ke dalam aliran darah dan bersirkulasi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Proses sensitisasi ini terjadi pada kelenjar getah bening regional dan memerlukan waktu 2-12 minggu setelah infeksi. Sekali terinfeksi, maka sensitisasi terhadap tuberkulin akan menetap. Injeksi tuberkulin pada kulit akan menstimulasi sel-sel limfosit dan terjadi aktivasi rentetan kejadian yang termasuk dalam respon hipersensitivitas tipe lambat (delayed-type hypersensitivity/DTH). Respons ini dikatakan lambat oleh karena reaksi memerlukan waktu berjam-jam. Reaktivitas kulit mencakup vasodilatasi, edema, infiltrasi sel-sel limfosit, basofil, monosit dan netrofil ke lokasi suntikan. Antigen-spesific limfosit T akan berproliferasi dan melepaskan limfokin, yang akan mengundang akumulasi sel-sel alin ke lokasi suntikan. Terjadilah indurasi yang mencerminkan aktivitas DTH. Pada pasien yang sudah pernah terinfeksi, DTH muncul setelah 5-6 jam dan kebanyakan mencapai indurasi maksimal 48-72 jam.

F.       PROSES PENYUNTIKAN TEST MANTOUX
TES BAYI BARU LAHIR
Bila saat mengandung si ibu menderita TBC bisa saja bayi akan terkena TBC begitu dilahirkan. Ini disebut dengan TBC kongenital dan bayi harus segera dites Mantoux pada usia sekitar 1 bulan. Usahakan jangan di bawah 1 bulan karena dapat memberi reaksi negatif meski boleh jadi si bayi tersebut menderita TBC. Itu karena sistem imun bayi usia ini masih belum baik. Kendati kasusnya sangat jarang ditemui, setidaknya orangtua dapat segera mengatasinya bila bayinya memang positif TBC.

TES PADA ANAK
Tes Mantoux dilakukan dengan cara menyuntikkan protein dari kuman Mycobacterium tuberculosis pada lengan bawah anak. Agar hasilnya akurat, penyuntikannya harus benar-benar teliti. Bahan yang dimasukkan harus dengan dosis tepat dan masuk sepenuhnya ke dalam kulit, bukan di bawah kulit. Kemudian, reaksi yang dihasilkan harus dibaca tepat waktu.
Untuk memastikan anak terinfeksi kuman TBC atau tidak, akan dilihat indurasinya setelah 48-72 jam. Indurasi ini ditandai dengan bentuk kemerahan dan benjolan yang muncul di area sekitar suntikan. Bila nilai indurasinya 0-4 mm, maka dinyatakan negatif. Bila 5-9 mm dinilai meragukan, sedangkan di atas 10 mm dinyatakan positif.
Setelah hasil Mantoux dinyatakan positif, anak sebaiknya diikutkan pada serangkaian pemeriksaan lainnya. Salah satunya adalah rontgen yang bertujuan mendeteksi TBC lebih detail lewat kondisi paru yang tergambar dalam foto rontgen dan dan tes darah. Tes mantoux dilakukan lebih dulu karena hasil rontgen tidak dapat diandalkan untuk menentukan adanya infeksi kuman TB. Bercak putih yang mungkin terlihat pada hasil foto bisa memiliki banyak penyebab. Anak yang sedang menderita batuk pilek pun kemungkinan memiliki bercak putih di paru. Jadi, tes Mantoux sangat perlu, tak cukup hanya rontgen paru.
Untuk mendapatkan diagnosis tepat, tes Mantoux dilakukan jika anak menujukkan gejala-gejala berikut:
1. MMBB (Masalah Makan dan Berat Badan)
Bila anak sulit makan dan memiliki berat badan yang kurang dari rata-rata anak seusianya, orangtua patut waspada. Atau, ada peningkatan berat badan tapi tak sesuai atau masih di bawah jumlah yang semestinya (tidak sesuai dengan yang tertera pada KMS/Kartu Menuju Sehat).



2. Mudah sakit
Anak sakit batuk pilek wajar saja. Bedanya, anak yang terinfeksi TB akan lebih mudah tertulari penyakit. Jika orang di lingkungan sekitarnya batuk pilek, anak mudah tertulari atau sebulan sekali mesti sakit. Kondisi ini patut mendapat perhatian.
3. Lemah, letih, lesu dan tidak bersemangat dalam melakukan aktivitas
Anak-anak dengan TB, umumnya terlihat berbeda dari anak kebanyakan yang sehat dalam beraktivitas. Ia tampak lemah, lesu dan tidak bersemangat.
4. Reaksi cepat BCG
Pada lokasi suntik vaksin BCG akan timbul tanda menyerupai bisul. Jika reaksi ini muncul lebih cepat, misalnya seminggu setelah pemberian, berarti tubuh anak sudah terinfeksi TB. Padahal normalnya, tanda itu paling cepat muncul pada 2 minggu setelah anak divaksinasi BCG. Namun rata-rata, benjolan pada kulit muncul setelah 4­6 minggu.
5.  Batuk berulang
Batuk berkepanjangan merupakan gejala yang paling dikenal di kalangan masyarakat sebagai pertanda TBC. Batuk yang awalnya berupa batuk kering kemudian lama-kelamaan berlendir dan berlangsung selama 2 minggu lebih, merupakan salah satu tanda TBC. Gejala ini akan muncul bila sudah terdapat gangguan di paru-paru. Hanya saja, bedakan dari batuk alergi dan asma.
5. Benjolan di leher
Pembesaran kelenjar getah bening di leher samping dan di atas tulang selangkangan bisa saja merupakan tanda TBC. Karena , kelenjar getah bening merupakan salah satu benteng pertahanan terhadap serangan kuman. Kelenjar ini akan membesar bila diserang kuman. Namun, meski merupakan salah satu gejala TB, tidak semua pembengkakan kelenjar getah bening adalah gejala penyakit TB. Bisa jadi pembengkakan itu karena adanya infeksi atau radang di tenggorokan.
6. Demam dan berkeringat di malam hari
Gejala awal TBC biasanya muncul demam pada sore dan malam hari, disertai keluarnya keringat. Gejala ini dapat berulang beberapa waktu kemudian. Namun hal ini tetap belum dapat memastikan kalau anak menderita TBC. Tidak selalu anak-anak yang berkeringat di malam hari menderita TB. Keringat tidur justru merupakan pertanda sistem metabolisme yang sedang aktif bekerja. Tak heran, pada saat tidurlah anak-anak mengalami metabolisme yang pesat.
7. Diare persisten
Diare akibat TBC biasanya tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa. Sebagai orangtua, kita bisa membantu dokter untuk menjelaskan apakah gejala-gejala di atas memang muncul pada anak atau tidak; berapa lama berlangsungnya, dan seberapa sering gejala-gejala tersebut muncul. Dari pengamatan kita sehari-hari, dokter akan sangat terbantu untuk mendiagnosis penyakit anak serta memutuskan apakah perlu dijalani tes Mantoux atau tidak.

G.         CARA MELAKUKAN UJI TUBERKULIN METODE MANTOUX (TES MANTOUX)
1. Siapkan 0,1 ml PPD ke dalam disposable spuit ukuran 1 ml (3/8 inch 26-27 gauge)
2. Bersihkan permukaan lengan volar lengan bawah menggunakan alcohol pada daerah 2-3 inch di bawah lipatan siku dan biarkan mengering
3. Suntikkan PPD secara intrakutan dengan lubang jarum mengarah ke atas. Suntikan yang benar akan menghasilkan benjolan pucat, pori-pori tampak jelas seperti kulit jeruk, berdiameter 6-10 mm
4. Apabila penyuntikan tidak berhasil (terlalu dalam atau cairan terbuang keluar) ulangi suntikan pada tempat lain di permukaan volar dengan jarak minimal 4 cm dari suntikan pertama.
5. Jangan lupa mencatat lokasi suntikan yang berhasil tersebut pada rekam medis agar tidak tertukar saat pembacaan. Tidak perlu melingkari benjolan dengan pulpen/spidol karena dapat mengganggu hasil pembacaan.
Catatan
a.       Perhatikan cara penyimpanan PPD sesuai petunjuk pada kemasan
b.      PPD aman bagi  bayi berapapun usianya bahkan aman pula bagi wanita hamil
c.       Tes Mantoux bukan merupakan kontra indikasi bagi:
·      Pasien yang pernah diimunisasi BCG
·      Pasien yang pernah dilakukan tes Mantoux sebelumnya dan hasilnya positif (dalam hal ini pengulangan diperlukan karena hasil tes Mantoux sebelumnya tidak tercatat dengan baik)
·      Pasien sedang dalam kondisi demam, sakit, maupun pasien dengan imunokompromais
d.            Adanya parut yang besar pada bekas tes Mantoux sebelumnya merupakan petunjuk hasil positif pada tes terdahulu dan tidak perlu diulang. Namun perlu ditekankan bahwa tes Mantoux menggunakan PPD dan bukan vaksin BCG.

Pembacaan
1. Hasil tes Mantoux dibaca dalam 48-72 jam, lebih diutamakan pada 72 jam
·      Minta pasien control kembali jika indurasi muncul setelah pembacaan
·      Reaksi positif yang muncul setelah 96 jam masih dianggap valid
·      Bila pasien tidak control dalam 96 jam dan hasilnya negative maka tes Mantoux harus diulang.
2. Tentukan indurasi (bukan eritem) dengan cara palpasi
3. Ukur diameter transversal terhadap sumbu panjang lengan dan catat sebagai pengukuran tunggal
4. Catat hasil pengukuran dalam mm (misalnya 0 mm, 10 mm, 16 mm) serta catat pula tanggal pembacaan dan bubuhkan nama dan tandatangan pembaca
5. Apabila timbul gatal atau rasa tidak nyaman pada bekas suntikan dapat dilakukan kompres dingin atau pemberian steroid topikal
Catatan:
Reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkulin yang munculnya cepat (immediate hypersensitivity reactions) dapat timbul segera setelah suntikan dan biasanya menghilang dalam 24 jam. Hal ini tidak mempunyai arti dan bukan menunjukkan hasil yang positif.

G.           INTERPRETASI TEST MANTOUX
Tes Mantoux dinyatakan positif apabila diameter indurasi > 10 mm. Kemungkinan yang perlu dipikirkan pada anak dengan hasil tersebut:
a.       Terinfeksi tuberkulosis secara alamiah
b.      Infeksi TB mencakup infeksi TB laten, sakit TB aktif, atau pasca terapi
TB.
c.       Pernah mendapat imunisasi BCG (pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun)
d.      Pada pasien usia kurang dari 5 tahun dengan riwayat vaksinasi BCG kecurigaan ke arah infeksi alamiah TB bila hasil uji Mantoux > 15 mm.
e.       Infeksi mikobakterium atipik
Meskipun demikian, hasil uji Mantoux > 5 mm dapat dipertimbangkan positif pada pasien tertentu seperti :
a.       Pasien dengan infeksi HIV
b.      Pasien dengan transplantasi organ atau mendapat imunosupresan jangka panjang seperti pasien keganasan atau sindrom nefrotik


False Negative
Pasien-pasien tertentu yang terinfeksi tuberkulosis mungkin dapat menunjukkan hasil tes Mantoux yang negatif. Kondisi demikian disebut dengan anergi. Anergi kemungkinan terjadi pada pasien:
a.       Pasien dengan status malnutrisi berat
b.      Pasien dengan infeksi berat seperti campak, cacar air, pertusis, difteri, tifoid
c.       Pasien dengan status imunokompromasi atau pasien menggunakan imunosupresan jangka panjang seperti pasien HIV, keganasan, sindrom nefrotik dan lainnya
d.      Pasien dengan sakit TB berat seperti TB milier, meningitis TB
Mengingat masa yang diperlukan untuk terbentuknya cellular mediated immunity sejak masuknya kuman TB adalah 2-12 minggu maka hasil negatif pada pasien dengan kontak erat penderita TB dewasa masih mungkin pasien sedang dalam masa inkubasi.
Sumber Artikel : http://bud1nugroho.wordpress.com/2007/03/05/saat-tepat-tes-mantoux/
http://medicom.blogdetik.com/2009/03/18/uji-tuberkulin/

TANGGUNG JAWAB (RESPONSIBILITY) DAN TANGGUNG GUGAT (ACCOUNTABILITY) PERAWAT DALAM SUDUT PANDANG ETIK


TANGGUNG JAWAB (RESPONSIBILITY)
DAN TANGGUNG GUGAT (ACCOUNTABILITY) PERAWAT
DALAM SUDUT PANDANG ETIK


TANGGUNG JAWAB (RESPONSIBILITY)

A. Pengertian Responsibility (Barbara kozier dalam Fundamental of nursing 1983:25)
Responsibility means : Reliability and thrustworthiness. This attribute indicates that the professional nurse carries out required nursing activities conscientiously and that nurse’s actions are honestly reported (Koziers, 1983:25)

Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini menunjukan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur. Klien merasa yakin bahwa perawat bertanggung jawab dan memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang relevan dengan disiplin ilmunya.
Kepercayaan tumbuh dalam diri klien, karena kecemasan akan muncul bila klien merasa tidak yakin bahwa perawat yang merawatnya kurang terampil, pendidikannya tidak memadai dan kurang berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki integritas dalam sikap, keterampilan, pengetahuan (integrity) dan kompetensi.

Beberapa cara dimana perawat dapat mengkomunikasikan tanggung jawabnya :
1. Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere intereset).
Contoh : “Mohon maaf bu demi kenyamanan ibu dan kesehatan ibu saya akan mengganti balutan atau mengganti spreinya”.
2. Bila perawat terpaksa menunda pelayanan, maka perawat bersedia memberikan penjelasan dengan ramah kepada kliennya (explanantion about the delay). Misalnya :
“Mohon maaf pak saya memprioritaskan dulu klien yang gawat dan darurat sehingga harus meninggalkan bapak sejenak”.
3. Menunjukan kepada klien sikap menghargai (respect) yang ditunjukkan dengan perilaku perawat. misalnya mengucapkan salam, tersenyum, membungkuk, bersalaman dsb.
4. Berbicara dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien (subjects the patiens desires) bukan pada kepentingan atau keinginan perawat misalnya “Coba ibu jelaskan bagaimana perasaan ibu saat ini”. Sedangkan apabila perawat berorientasi pada kepentingan perawat ; “ Apakah bapak tidak paham bahwa pekerjaan saya itu banyak, dari pagi sampai siang, mohon pengertiannya pak, jangan mau dilayani terus”
5. Tidak mendiskusikan klien lain di depan pasien dengan maksud menghina (derogatory) misalnya “ pasien yang ini mungkin harapan sembuhnya lebih kecil dibanding pasien yang tadi”
6. Menerima sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam sudut pandang klien (see the patient point of view). Misalnya perawat tetap bersikap bijaksana saat klien menyatakan bahwa obatnya tidak cocok atau diagnosanya mungkin salah.

B. Pengertian Tanggung jawab perawat menurut ANA
Responsibility adalah : Penerapan ketentuan hukum (eksekusi) terhadap tugas-tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap kompeten dalam Pengetahuan, Sikap dan bekerja sesuai kode etik (ANA, 1985).
Menurut pengertian tersebut, agar memiliki tanggung jawab maka perawat diberikan ketentuan hukum dengan maksud agar pelayanan perawatannya tetap sesuai standar. Misalnya hukum mengatur apabila perawat melakukan kegiatan kriminalitas, memalsukan ijazah, melakukan pungutan liar dsb. Tanggung jawab perawat ditunjukan dengan cara siap menerima hukuman (punishment) secara hukum kalau perawat terbukti bersalah atau melanggar hukum.

C. Pengertian Responsibility Menurut Berten , (1993:133)
Responsibility : Keharusan seseorang sebagai mahluk rasional dan bebas untuk tidak. Mengelak serta memberikan penjelasan mengenai perbuatannya, secara retrosfektif atau prosfektif (Bertens, 1993:133).
Berdasarkan pengertain di atas tanggung jawab diartikan sebagai kesiapan memberikan jawaban atas tindakan-tindakan yang sudah dilakukan perawat pada masa lalu atau tindakan yang akan berakibat di masa yang akan datang. Misalnya bila perawat dengan sengaja memasang alat kontrasepsi tanpa persetujuan klien maka akan berdampak pada masa depan klien. Klien tidak akan punya keturunan padahal memiliki keturunan adalah hak semua manusia. Perawat secara retrospektif harus bisa mempertanggung-jawabkan meskipun tindakan perawat tersebut diangap benar menurut pertimbangan medis.





D. Jenis Tanggung Jawab Perawat
Tanggung jawab (Responsibility) perawat dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Responsibility to God (tanggung jawab utama terhadap Tuhannya).
2. Responsibility to Client and Society (tanggung jawab terhadap klien dan masyarakat).
3. Responsibility to Colleague and Supervisor (tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan).

E. Tanggung jawab Perawat Terhadap Tuhannya Saat Merawat Klien
Dalam sudut pandang etika Normatif, tanggung jawab perawat yang paling utama adalah tanggung jawab di hadapan Tuhannya. Sesungguhnya penglihatan, pendengaran dan hati akan dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Tuhan. Dalam sudut pandang Etik pertanggung jawaban perawat terhadap Tuhannya terutama yang menyangkut hal-hal berikut ini :
1. Apakah perawat berangkat menuju tugasnya dengan niat ikhlas karena Tuhan ?
2. Apakah perawat mendo’akan klien selama dirawat dan memohon kepada Tuhan untuk
kesembuhannya ?
3. Apakah perawat mengajarkan kepada klien hikmah dari sakit ?
4. Apakah perawat menjelaskan mafaat do’a untuk kesembuhannya ?
5. Apakah perawat memfasilitasi klien untuk beribadah selama di RS?
6. Apakah perawat melakukan kolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien?
7. Apakah perawat mengantarkan klien dalam sakaratul maut menuju Khusnul khotimah?

F. Tanggung Jawab (Responsibility) Perawat Terhadap Klien.
Tanggung jawab merupakan aspek penting dalam etika perawat. Tanggung jawab adalah kesediaan seseorang untuk menyiapkan diri dalam menghadapi resiko terburuk sekalipun, memberikan kompensasi atau informasi terhadap apa-apa yang sudah dilakukannya dalam melaksanakan tugas.
Tanggung jawab seringkali bersipat retrospektif, artinya selalu berorientasi pada perilaku perawat di masa lalu atau sesuatu yang sudah dilakukan. Tanggung jawab perawat terhadap klien berfokus pada apa-apa yang sudah dilakukan perawat terhadap kliennya.
Perawat dituntut untuk bertanggung jawab dalam setiap tindakannya khususnya selama melaksanakan tugas di rumah sakit, puskesmas, panti, klinik atau masyarakat. Meskipun tidak dalam rangka tugas atau tidak sedang melaksanakan dinas, perawat dituntut untuk bertangung jawab dalam tugas-tugas yang melekat dalam diri perawat. Perawat memiliki peran dan fungsi yang sudah disepakati. Perawat sudah berjanji dengan sumpah perawat bahwa ia akan senantiasa melaksanakan tugas-tugasnya.
Contoh bentuk tanggung jawab perawat selama dinas : mengenal kondisi kliennya, melakukan operan, memberikan perawatan selama jam dinas, tanggung jawab dalam mendokumentasikan, bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan klien, jumlah klien yang sesuai dengan catatan dan pengawasannya, kadang-kadang ada klien pulang paksa atau pulang tanpa pemberitahuan, bertanggung jawab bila ada klien tiba-tiba tensinya drop tanpa sepengetahuan perawat dsb. Tanggung jawab perawat erat kaitanya dengan tugas-tugas perawat. Tugas perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar. Peran penting perawat adalah memberikan pelayanan perawatan (care) atau memberikan perawatan (caring). Tugas perawat bukan untuk mengobati (cure). Dalam pelaksanaan tugas di lapangan adakalanya perawat melakukan tugas dari profesi lain seperti dokter, farmasi, ahli gizi, atau fisioterapi. Untuk tugas-tugas yang bukan tugas perawat seperti pemberian obat maka tanggung jawab tersebut seringkali dikaitkan dengan siapa yang memberikan tugas tersebut atau dengan siapa ia berkolaborasi. Dalam kasus kesalahan pemberian obat maka perawat harus turut bertanggung-jawab, meskipun tanggung jawab utama ada pada pemberi tugas atau atasan perawat, dalam istilah etika dikenal dengan Respondeath Superior.
Istilah tersebut merujuk pada tanggung jawab atasan terhadap perilaku salah yang dibuat bawahannya sebagai akibat dari kesalahan dalam pendelegasian. Sebelum melakukan pendelegasian seorang pimpinan atau ketua tim yang ditunjuk misalnya dokter harus melihat pendidikan, skill, loyalitas, pengalaman dan kompetensi perawat agar tidak melakukan kesalahan dan bisa bertanggung jawab bila salah melaksanakan pendelegasian.
Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu memahami tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan dasar manusia. Konsep Kebutuhan dasar yang paling terkenal salah satunya menurut Maslow sebagai berikut :
Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Abraham Maslow.
Berdasarkan konsep kebutuhan dasar tersebut, perawat memegang tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar klien. Perawat diharapkan memandang klien sebagai mahluk unik yang komprehensif dalam memberikan perawatan. Komprehensif artinya dalam memenuhi kebutuhan dasar klien, tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. sebagai contoh ketika
merawat klien fraktur perawat tidak hanya memenuhi kebutuhan istirahat, rasa nyaman dan terhindar dari nyeri (sleep and comport need), tetapi memandang klien sebagai mahluk utuh yang berdampak pada gangguan psikologisnya seperti cemas, takut, sedih, terasing sebagai dampak dari fraktur, atau masalah-masalah sosial seperti (tidak bisa bekerja, rindu pada keluarga, terpisah dari teman, sampai masalah spiritual seperti berburuk sangka pada Allah, tidak mau berdo’a dan perasaan berdosa. Etika perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan etika keperawatan perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap-tugas-tugasnya terutama keharusan memandang manusia sebagai mahluk yang utuh dan unik. Utuh artinya memiliki kebutuhan dasar yang kompleks dan saling berkaitan antara kebutuhan satu dengan lainnya, unik artinya setiap individu bersipat khas dan tidak bisa disamakan dengan individu lainnya sehingga memerlukan pendekatan khusus kasus per kasus, karena klien memiliki riwayat kelahiran, riwayat masa anak, pendidikan, hobby, pola asuh, lingkungan, pengalaman traumatik, dan cita-cita yang berbeda. Kemampuan perawat memahami riwayat hidup klien yang berbeda-beda dikenal dengan Ability to know Life span History dan kemampuan perawat dalam memandang individu dalam rentang yang panjang dan berlainan dikenal dengan Holistic.

G. Tanggung jawab perawat terhadap rekan sejawat dan atasan
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawab perawat terhadap rekan sejawat atau atasan. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Membuat pencatatan yang lengkap (pendokumentasian) tentang kapan melakukan tindakan keperawatan, berapa kali, dimana dengan cara apa dan siapa yang melakukan. Misalnya perawat A melakuan pemasangan infus pada lengan kanan vena brchialis, dan pemberian cairan RL sebanyak 5 labu, infus dicabut malam senin tanggal 30 juni 2007 jam 21.00. keadaan umum klien Compos Mentis, T=120/80 mmHg, N=80x/m, R=28x/m S=37C, kemudian dibubuhi tanda tangan dan nama jelas perawat.
2. Mengajarkan pengetahuan perawat terhadap perawat lain yang belum mampu atau belum mahir melakukannya. Misalnya perawat belum mahir memasang EKG diajar oleh perawat yang sudah mahir. Untuk melindungi masyarakat dari kesalahan, perawat baru dilatih oleh perawat senior yang sudah mahir, meskipun secara akademik sudah dinyatakan kompeten tetapi kondisi lingkungan dan lapangan seringkali menuntut adaptasi khusus.
3. Memberikan teguran bila rekan sejawat melakukan kesalahan atau menyalahi standar. Perawat bertanggung jawab bila perawat lain merokok di ruangan, memalsukan obat, mengambil barang klien yang bukan haknya, memalsukan tanda tangan, memungut uang di luar prosedur resmi, melakukan tindakan keperawatan di luar standar, misalnya memasang NGT tanpa menjaga sterilitas.
4. Memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu kasus yang dialami klien. Bila terjadi gugatan akibat kasus-kasus malpraktek seperti aborsi, infeski nosokomial, kesalahan diagnostik, kesalahan pemberian obat, klien terjatuh, overhidrasi, keracunan obat, over dosis dsb. Perawat berkewajiban untuk menjadi saksi dengan menyertakan bukti-bukti yang memadai.




TANGGUNG GUGAT (ACCOUNTABILITY)

Akontabiliti dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya. Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya. Hal ini bisa dijelaskan dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :
1. Kepada siap tanggung gugat itu ditujukan
2. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
3. Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?
1. Kepada siapa tanggung gugat itu ditujukan
Sebagai tenaga perawat kesehatan prawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, sedangkan sebagai pekerja atau karyawan perawat memilki tanggung jawab terhadap direktur, sebagai profesional perawat memilki tanggung gugat terhadap ikatan profesi dan sebagai anggota team kesehatan perawat memiliki tanggung gugat terhadap ketua tim biasanya dokter sebagai contoh perawat memberikan injeksi terhadap klien. Injeksi ditentukan berdasarkan advis dan kolaborasi dengan dokter, perawat membuat daftar biaya dari tindakan dan pengobatan yang diberikan yang harus dibayarkan ke pihak rumah sakit. Dalam contoh tersebut perawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, dokter, RS dan profesinya.
2. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
Perawat memilki tanggung gugat dari seluruh kegitan professional yang dilakukannya mulai dari mengganti laken, pemberian obat sampai persiapan pulang. Hal ini bisa diobservasi atau diukur kinerjanya.
3. Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya? Ikatan perawat, PPNI atau Asosiasi perawat atau Asosiasi Rumah sakit telah menyusun standar yang memiliki krirteria-kriteria tertentu dengan cara membandingkan apa-apa yang dikerjakan perawat dengan standar yang tercantum.baik itu dalam input, proses atau outputnya. Misalnya apakah perawat mencuci tangan sesuai standar melalui 5 tahap yaitu : Mencuci kuku, telapak tangan, punggung tangan, pakai sabun di air mengalir selama 3 kali dsb.

MASALAH ETIK DAN MORAL DALAM KEPERAWATAN
Menurut Rosdahal, 1999: 45-46, masalah isu etik dan moral yang sering terjadi dalam praktek keperawatan professional meliputi :
Organ transplantation (transplantasi organ).
Banyak sekali kasus dimana tim kesehatan berhasil mencangkokan organ terhadap klien yang membutuhkan. Dalam kasus tumor ginjal, truma ginjal atau gagal ginjal CRF (chronic Renal Failure), ginjal dari donor ditransplantasikan kepada ginjal penerima (recipient). Masalah etik yang muncul adalah apakah organ donor bisa diperjual-belikan?, bagaimana dengan hak donor untuk hidup sehat dan sempurna, apakah kita tidak berkewajiban untuk menolong orang yang membutuhkan padahal kita bisa bertahan dengan satu ginjal. Apakah si penerima berhak untuk mendapatkan organ orang lain, bagaiman dengan tim operasi yang melakukanya apakah sesuai dengan kode etik profesi?, bagaimana dengan organ orang yang sudah meninggal, apakah diperbolehkan orang mati diambil organnya?. Semua penelaahan donor organ harus diteliti dengan kajian majelis etik yang terdiri dari para ahli di bidangnya. Majelis etik bisa terdiri atas pakar terdiri dari dokter, pakar keperawatan, pakar agama, pakar hukum atau pakar ilmu sosial.
Secara medis ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan donor organ tersebut. Diantaranya adalah memiliki DNA, golongan darah, jenis antigen yang cocok anatara Donor dan resipien, tidak terjadi reaksi penolakan secara antigen dan antibodi oleh resipien, harus dipastikan apakah sirkulasi, perfusi dan metabolisme organ masih berjalan dengan baik dan belum mengalami kematian (nekrosis). Hal ini akan berkaitan dengan isu mati klinis dan informed consent. Perlu adanya saksi yang disahkan secara hukum bahwa organ seseorang atau keluarganya didonorkan pada keluarga lain agar dikemudian hari tidak ada masalah hukum.
Biasanya ada sertifikat yang menyertai bahwa organ tersebut sah dan legal. Pada kenyataannya perangkat hokum dan undang-undang mengenai donor organ di Indonesia belum selengkap di luar negeri sehingga operasi donor organ untuk klien Indonesia lebih banyak dilakukan di Singapuar, China atau Hongkong.
Menurut Cholil Uman (1994), Pencangkokan adalah pemindhan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yangapabila apabila diobati dengan prosedur medis biasa. Harapan klien untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Ada 3 tipe donor organ tubuh :
1. Donor dalam keadaan hidup sehat : tipe ini memrlukan seleksi yang cermat dan pemeriksaan kesahatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk menghindari kegagalan karena penolakan trubuh oleh resipien dan untk mencegah resiko bagi donor.
2. Donor dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal dengan sege: Untuk tipe ini pengambilan organ donor memrlukan alat control kehidupan misalnya alat Bantu pernafasan khusus . Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan organselesai. Penentuan criteria mat secra yuridis dan medis harus jelas. Apakah criteria mati itu ditandai dengan berhentinya denyut jantung dan pernafasan atau berhentinya fungsi otak?, masalah etik ini harus jelas menjadi pegangan dokter agar di kemudian hari dokter tidak digugat sebagai pembunuh berencana oleh keluarga bersangkutan sehubugan dengan praktek transplantasi itu.
3. Donor dalam keadaan mati; Tipe ini merupakan tipe yang ideal , sebab secra medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secra medis dan yuridis.
Dalam pandangan etik normatik (yang bersumber dari agam), transplantasi organ tubuh termasuk masalah jihad, karena tidak terdapat hukumnya secra eksplisit dalam Al-Qur’an dan Sunah. Masalah ini termasuk masalah kompleks yang harus ditanmgani oleh multidisipliner (kedokteran, biologi, hokum, etika, agama). Pandangan keperawatan Islam terhadap tipe 1 dimana donor dalam keadaan hidup sehat seperti mata, ginjal, jantung, korne mata, sangat dilarang hal ini sesuai dengan firman Allah surat Al-baqarah ayat 195 “ dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. “ menghindari kerusakan harus didahulukan daripada mengambil kemanfaatan”. Artinya menolong orang dengan cara mengorbankan dirinya sendiri yang berakibat fatal bagi dirinya tidak diperbolehkan.
Pandangan keperawatan islam terhadap donor tipe 2 : apabila pencangkokan pada mata, ginjal, jantung, dari donor dalam keadaan koma atau hampir meninggal, hal ini juga dilarang karena ia telah membuat mudarat kepada donor yang menyebebakan mempercepat kematiannya. Hal ini sesuai dengan Hadit Riwayat malik : “Tidak boleh ,membuat mudarat pada dirinya dan tidak boleh membikin mudarat pada orang lain”.
Apabila pencangkokan mata, ginjal atau jantung dari donor yang telah meninggal atau tipe 3, secara yuridis dan klinis, maka Islam membolehkan dengan syarat :
1. Resipien (penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya setelah menmpuh berbagai upaya pengobatan yang lama
2. Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat
3. Telah disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk memperjual-belikan.







Determination of clinical death (Perkiraan Kematian Klinis)
Masalah etik yang sering terjadi adalah penentuan meninggalnya seseorang secara klinis. Banyak kontroversi cirri-ciri dalam menentukan mati klinis. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan organ-organ klien yang dianggap sudah meninggal secra klinis. Menurut rosdahl (1999), criteria kematian klinis (brain death) di beberapa Negara Amerika ditentukan sebagai berikut :
_ Penghentian nafas setlah berhentinya pernafasan artifisalselama 3 menit (inspirasi-ekspiorsai)
_ Berhentinya denyut jantung tanpa stikulus eksternal
_ Tidak ada respon verbal dan non verbal terhadap sti,ulus eksternal
_ Hilangnya refleks-refleks (cephalic reflexes)
_ Pupil dilatasi
_ Hilangnya fungsi seluruh otak yang bisa dibuktikan dengan EEG

Quality of Life (Kualitas Dalam Kehidupan)
Masalah kualitas kehidupan sering kali menjadi masalah etik. Hal ini mendasari tim kesehtan untuk mengambil keputusan etis. Apakah seorang klien harus mendapatkan intervensi atau tidak. Sebagai contoh bagaiamana bila di suatu tempat tidak ada donor yang bersedia dan tidak ada tenaga ahli yang dapat memberikan tindakan tertentu?. Siapa yang berhak memutuskan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami koma. Siapa boleh memutuskan untuk menghentikan resusitasi?, Beberapa hal berikut dapat dijadikan pertimbngan misalnya apabila klien sudah mampu untuk bekerja, apabila klien sudah berfungsi secara fisik, berdasarkan usia, berdasarkan manfaat terhadap masyarakat, berdasarkan kepuasaan atau kegembiraan klien, kemampuan untuk menolong dirinya sendiri, pendapat keluarga klien terdekat atau penaggung jawab klien.
Contoh kasus apakah klien TBC tetap klita Bantu untuk minum obat padahal ia masih mampu untuk bekerja?, kalau ada dua klien bersamaan yang membutuhkan satu alat siapa yang didahulukan ?, Apabila banyak klien lain membutuhkan alat tetapi alat tersebut sedang digunakan oleh klien orang kaya yang tidak ada harapan sembuh apa yang harus dilakukan perawat ?, apabila klien kanker merasa gembira untuk tidak meneruskan pengobatan bagaiaman sikap perawat?, Bila klien harus segera amputasi tetapi klien tidak sadar siapakah yang harus memutuskan?.

Ethical issues in Treatment (isu Masalah Etik Dalam Tindakan Keperawatan)
Apabila ada tindakan yang membutuhkan biaya besar apakah tindakan tersebut tetap dilakukan meskipun klien tersebut tidak mampu dan tidak mau ?, apabila tim kesehatan yang memutuskan maka hal ini dikenal dengan mencari keuntungan atau berbuat kerusakan (Beneficience), Apabila klien yang memutuskan maka hal ini mungkin termasuk hak otonomi klien (autonomy), dapatkah klien menolak sesuatu. Masalah-masalah etik yang sering muncul seperti :
- Klien menolak pengobatan atau tindakan yang direkomendasikan (refusal of treatment) misalnya menolak fototerapi, menolak operasi, menolak NGT, menolak dipasang kateter.
- Klien menghentikan pengobatan yang sedang berlangsung (withdrawl of treatment)misalnya DO berobat pada TBC, DO kemoterapi pada kanker
- Witholding treatment misalnya menunda pengobatan karena tidak akada donor atau keluarga menolak misalnya transplantasi ginjal aatau cangkok jantung.

Euthanasia (masalah Mengakhiri Kehidupan Dengan Maksud Menolong)
Euthanasia sering disebut dengan “Mercy Killing” yang diartikan sebagai sutu cara mengambil kehidupan klien untuk menghentikan penderitaan yang dihadapi klien tersebut. Hal ini dapat pula diartikan sebagai proses pengunduran diri atau menghentikan intervensi tertentu dalan keadaan kritis dengan maksud untuk mengurangi penderitaan klien. Terminology lain yang digunakan adalah “assited suicide” dimana pandangan hokum di Negara barat terhadap kasus ini berbeda-beda.
Di Indonesia euthanasia Killing mutlak tidak diperbolehkan dengan alasan apapun. Sebenaranya dalam pandangan etika normatif, kelahiran, kematian, jodoh, rezeki adalah ketetapan Allah.

Masalah etik secara umum
Menurut Taylor (1997), masalah etik yang sering terjadi secara umum dapat dibagai menjadi tiga kelompok :
1. Masalah etik perawat-klien (nurses and clients)
Paternalism (masalah budaya paternal)
Masalah etik perawat klien sering terjadi karena faktor paternalism. Misalnya pada saat klien harus diisolasi atau dilakukan restrain terjadi konflik karena klien lansia menolak untuk didampingi perawat. padahal keluarnya klien dari kamar dianggap mengancam jiwa dan dan keselamatan fisiknya. Tetapi dalam hal ini perawat menganggap penghormatan kepada klien sebagai orang tua adalah lebih utama terutama dalam budaya paternalistik.

Deception (membohongi klien)
Misalnya pada saat klien post op bertanya kepada siwa tentang siapa yang akan memberikan injeksi intramuscular penghilang sakit, maka siswa menjadi cemas karena hal ini pertama kali ia lakukan. Tepai perawat mengatakan bahwa siswa tersebut sering melakukan injeksi pada klien post op.

Confidentiality (masalah kepercayaan klien)
Klien menangis dan menyatakan bahwa ia sudah tidak punya uang untuk membayar pengobatan karena ia masuk RS dibawa polisi, apabila perawat percaya dan menolong klien untuk membebaskan dari biaya pengobatan apakah ini sesuai dengan kaidah etik?, kalau perawat membiarkan tidak menolong apapakah sesuai dengan kaidah etik ?

Allocation of Scarce Nursing resources (masalah membagi perhatian perawat)
Saat dinas malam jam 13.00 perawat sedang sibuk memasang infus klien dehidrasi berat dan memberikan injeksi Sulfas atropine tiap 15 menit kepada klien keracunan pestisida. Saat bersamaan datang klien Ca mammae kesakitan dank lien serangan jantung kepada klien manakah tenaga dan pikiran perawat di fokuskan?

Informed consent (masalah pemberian informasi pada klien)
Seorang dokter resdiden menganjurkan perawat untuk segera menyuntikan analgetik pada pada spinal klien karena klien sangat kesakitan, sementara dokter tersebut sedang sibuk melakukan punksi pada tulang belakang klien, apakah perawat akan melakukan ini tanpa memberikan informed consent terlebih dahulu ?

Conflicts betweent the client’s and nurses’s interest (Masalah konflik klien dan tata nilai perawat)
Saat perawat melakukan test HIV AIDs pada klien, perawat menolak karena ia sedang hamil dan takut bayinya tertular HIV AIDs.

2. Masalah etik perawat-dokter (nurses and physicians)
Disagreement about proposed medical regiment (Tidak setuju dengan pengobatan yang disanakan dokter)
Dalam pengalaman klien bahwa obat penicillin yang diresepkean dokter seringkali menimbulkan alergi pada sebagaian besar klien, saat dokter memebrikan terapi yang sama maka perawat menolak memberikan karena biasanya klien akan komplain kepada perawat
Konflik  masalah peran dan fungsi perawat  (The nurse Role conflicts)
Dibalai pengobatan perawat biasa melakukan sirkumsisi, operasi kecil dan pemberian cairan infuse, padahal menurut undang-undang kesehatan dokter memklaim bahwa tindakan tersebut hanya boleh dilakukan oleh dokter. Padahal dokter jarng ada di tempat saat terapi harus diberikan.



Physician incompetence (Dokter yang tidak kompeten)
Dalam suatu Rumah Sakit ditempatkan seprang dokter yang belum mahir mengambil darah dan memasang infus, hal ini menyebabkab ketidaknyamanan pada klien. Dalam kasus lain dokter bedah baru menyebabkan lambanya proses operasi sehingga klien mengajukan komplain kepada perawat.

3. Perawat dengan Institusi Dan Kebijakan Public (Nurses And Institusional, Public Policy)
Short Staffing (Terbatasnya Tenaga Perawat)
Terbatasnya tenaga perawat di puskesmas pembantu atau di wilayah terpencil menyebabkan perawat melakukan semua aktivitas sendirian, mulai dari anamnesa, diagnosa, pengobatan, perawatan, rehabilitasi sampai penyuluhan.

Healthcare Rationing (Rasio Tenaga Keshatan)
Terbatasnya tenaga kesehatan menyebabkan ternbatasnya pelayanan perawat kepada masyarakat daerha terpencil, terutama bila terjadi wabah atau bencana alam, di sisi lain peran perawat untuk menjamin kesehatan masyarakat harus dilaksanakan secara optimal.

4. Masalah Etik Perawat Dengan Komisi Etik (Nuses And Ethics Committees)
Fungsi komisi etik adalah untuk pendidikan, membuat keputusan, melakukan peninjauan kasus, dan sebagai konsultasi atau rujukan akhir. Komisi ini sangat penrting sebab beranggotakan para ahli dari berbagai disiplin ilmu dan ahli di bidangnya masingmasing.
mereka memilki kemampuan untuk berdiskusi dan melakukan sharing. Banyak peran perawat sebagai client advocate bersuara secra unik dalam forum ini dengan maksud untuk membela kepentingan klien.


DAFTAR PUSTAKA


Barbara kozier, 1983, Fundamental of nursing Bertens, 1993, Etika

Lucie Young Kelly, 1981, Dimension of professional Nursing, fourth edition, Macmillan publishing London

Caroline Bunker Rosdahal, 1999, Text Book of Basic Nursing, Lippincot, Philadelphia, Newyork, Baltimore

Cholil Uman, 1994, Agama menjawab tentang berbagai masalah Abad modern, Ampel Suci Surabaya

Taylor, Lilis, LeMone, 1997, fundamental of nursing the Art and Sciences of Nursing care, Lippincott Philadelphia Newyork